Upaya Strategis Kementan Kendalikan Penyakit Rabies di Wilayah Kerja BBvet Maros

27 Februari 2019

Maros (27/02/2019),- Dari 25 penyakit hewan menular strategis (PHMS) berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No:4026/kpts/OT.140/4/2013 yang perlu mendapatkan penanganan prioritas dari pemerintah, salah satunya adalah penyakit anjing gila atau rabies yang merupakan penyakit hewan menular akut yang dapat menular dari hewan ke manusia (zoonosis) melalui gigitan. Sebagai upaya pengendalian peningkatan kasus penyakit rabies di 10 Provinsi khususnya di Indonesia Timur, Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) menugaskan Balai Besar Veteriner Maros (BBVet Maros) sebagai Unit Pelaksana Teknis Kementan untuk melakukan pemantauan, pengendalian dan investigasi terhadap kasus-kasus gigitan anjing di 10 Provinsi tersebut yang menjadi wilayah kerjanya sesuai tugas dan fungsi Balai Besar Veteriner.

"Setiap adanya informasi kasus gigitan anjing terduga rabies dari berbagai sumber, kami akan segera menurunkan tim sesuai arahan Bapak Dirjen PKH untuk melakukan tindak lanjut pengendalian rabies, serta melakukan sosialisasi tentang penyakit rabies kepada masyarakat di sekitar lokasi kasus", kata Kepala BBVet Maros, drh. Sulaxono Hadi. Menurutnya, sosialisasi ini sangat penting, karena setiap kejadian kasus rabies umumnya karena kurangnya kesadaran masyarakat tentang bahaya rabies, gejala awal rabies, serta penanganan pertama pada korban, sehingga korban gigitan cenderung lambat ditangani.

Kabupaten Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara dan Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan merupakan daerah yang baru-baru ini mengalami kasus gigitan anjing terduga rabies dan telah dilakukan investigasi oleh tim BBVet Maros. Investigasi dilakukan di Kab. Kolaka Utara pada tanggal 16-18 Februari 2019 oleh drh. Hamdu Hamjaya Putra, M.Sc dan Faisal. Sementara di Kab. Wajo telah dilakukan pada tanggal 17-19 Februari 2019 oleh Drh. Titis Furi Djatmikowati, Taman Firdaus A.md dan Takdir. Informasi yang dihimpun bahwa telah terjadi kasus gigitan anjing terduga rabies pada warga dengan kondisi luka parah di 2 kecamatan, yaitu Kec. Ngapa dan Kec. Lasusua di Kab. Kolaka Utara dan Desa Lapangeng, Desa Sappa, Desa Mallake dan Kel. Belawa, Kec. Belawa di Kab. Wajo.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di lapangan, diperoleh informasi bahwa kasus gigitan anjing terduga rabies di Kab. Kolaka Utara terjadi pada awal bulan Februari 2019 di Desa Lowalatu Kec. Ngapa, untuk itu tim investigasi BBVet Maros bekerja sama dengan Dinas Perkebunan dan Peternakan, Karantina dan Dinas Kesehatan Kab. Kolaka Utara melakukan penelusuran kasus dan pencarian kasus aktif. Sampai dengan tanggal 16 Februari 2019 terdapat 25 kasus gigitan Hewan Penular Rabies (HPR).

drh. Hamdu mengatakan bahwa kegiatan investigasi wabah di Kab. Kolaka Utara ini bertujuan mengidentifikasi rute transmisi kasus rabies, faktor risiko yang berperan dalam penyebaran penyakit serta pemberian saran tindakan pengendalian wabah. Adapun tindakan pengendalian yang sudah dilakukan diantaranya eliminasi anjing liar, vaksinasi darurat di daerah kasus, serta sosialisasi kepada warga masyarakat. Begitu pula kasus di Kab. Wajo yang merupakan wilayah endemis, dimana berdasarkan hasil penulusuran drh. Titis bahwa munculnya kasus gigitan anjing hampir di setiap tahun akibat sulitnya kontrol populasi anjing, ketersediaan vaksin rabies yang terbatas, juga dipengaruhi faktor bahwa mayoritas anjing merupakan anjing tidak berpemilik/anjing liar serta masih rendahnya kepedulian masyarakat terkait penyakit rabies.

Kolaka Utara - Pengambilan Spesimen Darah Pada Kucing di Area Kasus Gigitan HPR

Kolaka Utara - Penghimpunan Informasi Pada Korban

Kolaka Utara - Tim Investigasi Lintas Sektoral

Wajo - Kolaka Utara - Pengambilan Spesimen Darah Pada Anjing di Area Kasus Gigitan HPR

Wajo - Penghimpunan Informasi Pada Korban

Wajo - Kondisi Luka Pada Korban

Dari kedua kasus tersebut, BBVet Maros merekomendasikan kepada seluruh stakeholder terkait untuk dilaksanakan bersama yaitu:

  1. Peningkatan kerja sama lintas sektoral;
  2. Public awareness dan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) mengenai bahaya gigitan Hewan Pembawa Rabies (HPR) dan pelaporan secepatnya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan;
  3. Pengawasan lalu lintas HPR dari dan ke wilayah wabah;
  4. Perlunya ketersediaan stok Vaksin Anti Rabies (VAR) di Puskesmas setiap saat;
  5. Pelaksanaan program vaksinasi dan kontrol populasi oleh Dinas yang membidangi Fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan semaksimal mungkin untuk mencapai coverage vaksinasi rabies secara kesinambungan;
  6. Pengujian spesimen oleh BBVet Maros segera dilakukan.

(Humas BBVet Maros)